Powered By Blogger

Senin, 03 Januari 2011

TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : GAGAL GINJAL KRONIK


A.      Konsep Dasar

1.      Definisi

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. (patofisiologi sylvia, 1995 hal. 812)
Gagal ginjal kronik adalah keadaan irevesibel, ditandai fungsi nefron yang berkurang dan berlangsung progresif. (patofisologi dr. Jan Tambayong, 2000 hal. 121).
Gagal ginjal kronik adalah destruksi ginjal yang progresif dan terus menerus. (patofisiologi Elizabeth J. Corwin, 2001 hal.490).
Dari data-data di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa gagal ginjak kronik adalah suatu kondisi dimana ginjal sudah tidak mampu lagi membuang sampah metabolisme dan adanya penumpukan carian darah (Urine ada dalam darah).

2.      Etiologi

KLASIFIKASI PENYAKIT
PENYAKIT
a.       Penyakit metabolik



b.      Infeksi
c.       Penyakit peradangan
d.      Penyakit vaskuler hipertensif


e.       Gangguan jaringan penyambung


f.       Gangguan kongenital dan herediter

g.      Nefropati toksik

h.      Nefropati obstruktif

Diabetes melitus
Gout
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
Pielonefritis kronik
Glomerulonefritis
Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis  maligna
Stenosis arteria renalis
Lupus eritomatosus sistemik
Poliarteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timbal
Saluran kemih bagian atas : kalkulasi, neoplasma, fibrosis retroperitoneal.
Saluran kemih bagian bawah : hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Gambar. 2.2. Klasifikasi sebab-sebab kegagalan ginjal kronik.
(Sylvia A. Price, hal. 817)


3.      Anatomi Fisiologi

Ginjal mempunyai fungsi yang paling penting yaitu menyaring plasma dan menimbulkan zat dari filtrat pada kecepatan yang bervariasi tergantung pada kebutuhan tubuh. Akhirnya ginjal membuang zat yang tidak diinginkan dengan filtrasi darah dan mensekresinya dalam urine, sedangkan zat yang dibutuhkan kembali dalam darah.
Ginjal merupakan organ penting dalam mempertahankan lingkungan dalam agar selalu tetap homeostatis.
a.    Fungsi Ginjal :
1)      Mengatur volume cairan dalam tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringan) menyebabkan urine yang diekskeresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal.
2)       Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan   ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan atau pengaturan yang abnormal, akibatnya pemasukan garam yang berlebihan. Pada penyakit perdarahan, diare dan muntah, ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting, misalnya Na, k, Cl, Ca dan fosfat.
3)      Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan. Campuran makanan (mixed diet) menghasilkan urine yang bersifat agak asam. PH kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein. Apabila banyak makan sayur-sayuran maka urine akan bersifat basa. PH urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal mensekresikan urine sesuai dengan perubahan PH darah.
4)      Eskskresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin), zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme haemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
5)      Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menskresi hormon renin yang mempunyai peranan penting dalam mengatur tekanan darah (sistem renin-angiotensin-aldosteron) dan membentuk eritropoiesis yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit).
Di samping itu, ginjal juga bertanggung jawab atas pembentukan hormon 1,25 dihiroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorpsi ion Ca di usus.
b.      Struktur makroskopis Ginjal
Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12-13 cm, lebarnya 6 cm beratnya antara 120-150 gram. Ukuran tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh.
Ada beberapa struktur yang masuk dan keluar dari ginjal melalui hilus antara lain arteri renalis dan vena renalis, syaraf dan pembuluh getah bening, ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal.
Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam. Medula (bagian dalam), mengandung 6-10 piramida, puncak piramida menonjol ke dalam kaliks minor. Korteks (bagian luar), bagian korteks yang terdapat di antara 2 piramida yang berdekatan di sebut kolumna bertini.
Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila (apeks) dari tiap piramid membentuk apa yang di namakan duktus papilaris bellini yang terbentuk dari banyak duktus pengumpul. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk seperti cawan yang disebut kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu membentuk kaliks mayor, yang selanjutnya bersatu sehingga membentuk pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan reservoar utama sistem pengumpulan ginjal. Ureter menghubunkan pelvis ginjal dengan kandung kemih.
1)        Pembuluh Darah Ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebrae lumbalis II. Karena aorta terletak di sebelah kiri garis tengah, maka arteri renalis kanan lebih panjang dari kiri. Arteri renalis masuk ke ginjal melalui hilus, lalu bercabang ke arah dorsal dan ventral kemudian bercabang menjadi arteri interlobularis dan berjalan menuju dasar Piramida. Kemudian bercabang menjadi arteri arkuata : berjalan di antara korteks dan medulla hampir sejajar permukaan ginjal. Pada bagian perifer arteri arcuata bercabang menjadi arteri interlobularis ascenden dan bercabang lagi menjadi arteriola afferent kemudian membentuk anyaman kapiler yang disebut “Glomerulus” lalu bergabung menjadi arteriola afferent dan membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus (vasa rekta/kapiler peritubuler). Darah yang mengalir melalui sistem porta ini kemudian dialirkan ke dalam jalinan vena, selanjutnya menuju vena interlobularis dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior.
2)      Aliran darah ginjal
Ginjal dilalui darah 1200 ml permenit, kurang lebih 20-25% curah jantung (5000/menit). Lebih dari 90% darah yang masuk ke ginjal adalah otoregulasi. Arteriola afferent mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat berubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan glomerulus tetap konstan. Fungsi ini efektif pada tekanan arteri antara 80-180 mmHg. Hasilnya adalah dapat mencegah terjadinya perubahan yang besar pada elresi solut dan air.
3)    Persyarafan pembuluh darah ginjal
Syaraf-syaraf berjalan mengikuti pembuluh darah yang masuk ke dalam ginjal, yang terdiri atas serabut eferen simpatis dan sedikit serabut aferen yang fungsinya belum diketahui. Persyarafan kolinergik berasal dari nervus vagus tetapi fungsinya belum jelas. Persyarafan preganglionik simpatis terutama dari segmen thorakal bawah dan segmen lumbal atas medulla spinalis dan badan sel neuron post ganglionik terdapat dalam rantai simpatik yaitu ganglion mesentrikum superior dan sepanjang arteri renalis. Serabut simpatis terutama mempersyarafi arateriola afferen dan efferen. Disamping itu terdapat serabut syarat nor-ardrenergik yang berakhir dekat dengan sel tubuh ginjal dan sel jukstaglomerulus.
c.       Struktur Mikroskopis Ginjal
1) Nefron
Nefron adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar satu juga nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama.



Nefron terdiri atas :
a)        Korpus Malpighi, terdiri dari :
(1) Kapiler Glomerulus
Merupakan gulungan kapiler yang terletak dalam kapsula Bowman, kapiler glomerulus menerima darah dari arteriola aferen dan diteruskan ke sistem vena melalui arteriola eferen.
(2)   Kapsula Bowman
Merupakan ujung tubulus ginjal yang bentuknya seperti kapsula cekung. Terdapat ruang yang mengandung kemih antara rumbai kapiler dan kapsula bowman yang disebut ruang Bowman. Kapsula Bowman dilapisi oleh sel epitel (parietal dan viseral atau sel podosit), membrana basalis dan sel endotel. Ketiga lapisan-lapisan tersebut membentuk membrana filtrasi glomerulus yang memungkinkan ultrafiltrasi darah melalui pemisahan unsur-unsur darah dan molekul-molekul protein besar dari bagian plasma lainnya dan mengalirkan bagian plasma tersebut sebagai kemih primer kedalam ruang dari kapsula Bowman.
b)     Tubulus ginjal, terdiri dari :
(1)   Tubulus kontortus proksimal
Adalah tubulus yang berhubungan dengan kapsula Bowman, panjangannya kurang lebih 15 mm dan diameter 55 um serta bentuknya berkelompok.
(2)  Lengkung henle
Total panjangnya antara 2-14 mm
                             (3)  Tubulus kontortus distal
Adalah tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan jauh letaknya dari kapsula Bowman. Panjangnya 5 mm, masing-masing tubulus distal bermuara kedalam duktus koligen. Duktus tersebut berjalan melalui korteks dan medulla ginjal bersatu membentuk duktus dan bermuara kedalam duktus bertini seterusnya menuju kaliks minor terus ke kaliks mayor yang pada akhirnya mengosongkan isinya ke dalam pelvis renalis pada apeks masing-masing piramid medulla ginjal.
2)      Aparatus Jukstaglomerulus
Dari tiap nefron bagian pertama dari tubulus distal berasal dari medulla sehingga terdapat dalam sudut yang terbentuk antara arteriol aferen dan eferen dari glomerulus nefron yang bersangkutan yang mengandung granulasi sekresi yang diduga menghasilan renin, yaitu suatu enzim yang penting dalam pengaturan tekanan darah. Sel-sel tubulus distal yang mengadakan kontak dengan sel-sel granular disebtu makulla densa. Kelompok sel khusus didekat kutup vaskuler setiap glomerulus ini dikenal dengan nama aparatus jukstaglomerulus yang dianggap sebagai pengatur pengeluaran renin.
d.   Proses Pembentukan Kemih
1)                                                    Ultrafiltrasi
Setiap menit 1200 ml (540 ml sel darah merah dan 660 ml plasma) masuk ke glomerulus untuk difitrasi. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit di alirkan melalui glomerulus ke Kapsula Bowman yang disebut dengan glomerular filtrasi rate.
Tekanan yang menyebabkan filtrasi (hasil kerja jantung) tekanan hidrostatik kapiler kira-kira 50 mmHg. Tekanan ini cenderung mendorong air dan garam-garam melalui membran glomerulus dan tekanan ini di lawan oleh :
a)        Tekanan hidrostatik cairan di dalam kapsula bowman kira-kira 5 mmHg.
b)        Tekanan osmotik koloid protein plasma kira-kira 30 mmHg cenderung menarik air dan garam ke dalam pembuluh kapiler.






 





Gambar. 2.1.Sumber patofisiologi sylvia, 1995 hal. 777

Kira-kira 120 ml plasma difiltrasi per-menit di glomerulus, membran filtrasi normal hanya dapat dilalui plasma dengan garam-garam, glukosa dan molekul lain, misalnya dengan BM 5000. Zat lain seperti protein dan ertrosit mempunyai BM 69000 tidak dapat merembes.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses filtrasi :
(a)   Perubahan aliran darah ginjal
(b)    Tekanan filtrasi
(1)     Perubahan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus: Perubahan tekanan darah sistem, Kontriksi arteriol aferen-eferen
(2)     Perubahan tekanan hidrostatik kapsula Bowman: Obstruksi ureter, Edema ginjal bagian dalam kapsul.
(3)    Perubahan konsentrasi protein plasma/tekanan onkotik/koloid protein plasma: Dehidrasi, Hipoproteinemia.
(c)      Luas permukaan filtrasi berkurang
(1)     Penyakit yang merusak glomerulus
(2)                                                                                                        Nefrektomi parsial

(d)   Permebilitas membran filtrasi meningkat
(1)               Berbagai penyakit ginjal
2)                                                    Proses Reabsorpsi
Cairan filtrasi dipekatkan ditubulus dan zat-zat penting bagi  tubuh di reabsorpsi. Kegiatan ini banyak dipengaruhi hormon-hormon, jumlah zat-zat yang di reabsorpsi berubah sesuai keperluan tubuh setiap saat.
a)        Air direabsorpsi dalam jumlah besar
b)        Zat-zat esensial mutlak diperlukan atau yang ambang ginjalnya tinggi misalnya glukosa, NaC1, garam-garam lain, asam amino, vitamin C semua direabsorpsi dengan sempurna ke dalam kapiler peritubuler (kecuali bila kadarnya dalam darah melebih ambang ginjal). Ambang ginjal (renal treshold) ialah batas kadar tertinggi sesuatu zat dalam darah, yang apabila dilampaui, menyebabkan diekskresi zat tersebut ke dalam urine.
c)        Zat-zat ambang sedang (medium) misalnya kalium, sebagian direabsorpsi (dapat juga disekresi sel tubulus bila diperlukan).
d)       Zat-zat ambang rendah atau hasil metabolisme misalnya ureum, fosfat, asam urat hanya direaborpsi dalam jumlah kecil.
e)        Zat tanpa ambang misalnya kreatinin, sulfat sama sekali tidak direabsorpsi malah dapat disekresi oleh sel tubulus misalnya kreatinin jumlah total air yang di reabsorps 11 L/menit , antara 70-80% direbsorpsi di tubulus proksimal dari sisanya 20-30% akan direabsorpsi sebagian secara fakultatif dengan bantuan hormon vasopresin (ADH) ditubulus distal sebagian, dan diduktus koligen yaitu saluran tempat bermuara tubulus distal.
Macam reabsorpsi :
(1)    Reabsorpsi obligatori     :   
      (a) Tubulus Proksimal 75%
                                    (b) Ansa henle 5%
reabsorpsi mengikuti zat terlarut lainnya
(2)    Reabsorpsi fakultatif      :
       (a)  Tubulus distal 15%
(b)  Duktus Koligen 4,86%
Reabsorpsi terjadinya secara pasif bergantung pada adanya ADH.


(3)      Proses sekresi
Tubulus dapat mensekresi atau menambah zat-zat ke dalam cairan filtrasi. Misalnya selama metabolisme, sel-sel membentuk asam dalam jumlah besar. Namun PH darah dan cairan tubuh dapat dipertahankan sekitar 7,4 kearah alkalis. Sel-sel tubulus membentuk amonia yang bersenyawa dengan asam kemudian diekskresi sebagai garam emonium, supaya PH darah dan cairan tubuh tetap alkalis. Setelah berlangsung rebsorpsi sebagian besar cairan filtrasi plasma (119 ml/menit dan urine diekskresi mencapai volume 1-1,5 L/hari.
4.      Patofisiologi
Disfungsi ginjal mengakibatkan keadan patologik yang komplek, termasuk diantaranya gangguan glomerular filtrasi rate, mengeluarkan produksi urine dan ekskresi air yang abnormal. Ginjal mampu mempertahankan laju filtrasi glomerulus hingga fungsi ginjal 70%-80% hilang. Hal ini dijelaskan oleh hipotesa Brecker yang mana menggambarkan ada dua tipe nefron : nefron-nefron yang dipegnaruhi oleh proses patologi akan tetapi bebas dari penyakit. Homeostasis di  pertahankan oleh hipertropi nefron yang bebas penyakit hingga akhir gagal ginjal. Jika fungsi nefron hanya mempertahankan ekskresi solut dan sisa-sisa produk dengan menurunkan reabsorpsi air, akibatnya terjadi hipostenuria (kehilangan kemampuan memekatkan urine) dan policeria.
Hipostenuria, dan policeria atau tanda awal gagal ginjal kronik dan jika tidak di tangani dapat menyebabkan dehidrasi berat. Perkembangan penyakit selanjutnya, kemampuan memekatkan urine menjadi semakin berkurang yang mengakibatkan urine berkurang osmolaritasnya, hal ini disebut dengan isostenuria. Jika fungsi ginjal mencapai tingkat ini serum BUN akan meningkat klien akan beresiko kebelihan beban cairan seiring dengan output urine yang makin tidak adekuat. Klien dengan gagal ginjal kronik mungkin menjadi dehidrasi atau mengalami kelebihan beban cairan, tergantung pada tingkat gagal ginjal.
Gangguan tersebut juga menyebabkan gangguan ekskresi oleh tubulus ginjal dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum keratinin. Urea adalah produk utama metabolisme protein dan dikeluarkan oleh ginjal. Tingkat BUN normal bervariasi dan secara langsung berhubungan dengan intake makanan yang mengandung protein, adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah di sebut azotemia dan salah satu petunjuk gagal ginjal.
Selain BUN dan kreatinin dapat juga memakai rentang ekskresi sodium pada klien gagal ginjal. Pada gagal ginjal dini, sebagian klien mengarah ke hiponatremi karena berkurangnya kemampuan maksimal nefron dalam reabsorpsi natrium sehingga Na lepas ke dalam urine, policeria yang sering terjadi pada gagal ginjal juga menyebabkan pelepasan sodium pada gagal ginjal lanjut, kemampuan ginjal untuk mensekresi sodium menurun atau produksi urine menurun mengakibatkan hipernatremia, ini akan mendukung terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit semakin berat.
Ginjal juga merupakan organ utama yang mensekresikan potasium, peningkatan potasium selama gagal ginjal tahap lanjut dapat mendukung terjadinya hiperkalemia (retensi potasium berlebih).
Gagal ginjal juga menyebabkan sejumlah gangguan sistem kardiovaskuler, manifestasi pada umumya adalah : anemia, hipertensi, CHF. Anemia adalah kelainan hematologik utama pada klien dengan gagal ginjal, anemia ini mempunyai banyak penyebab yaitu: penurunan tingkat eritropoetin, penurunan masa hidup sel-sel darah merah akibat dari anemia defisiensi besi dan asam polat serta penderita perdarahan GIT yang diperburuk oleh kurangnya faktor pembekuan.
Hipertensi ditemukan pada sebagian besar dengan klien gagal ginjal kronik (CRF). Peningkatan tekanan darah atau akibat overload cairan dan sodium akan malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron, retensi air dan sodium pada penyakit ginjal menyebabkan overload sirkulasi yang berdampak pada peningkatan tekanan darah.
Beberapa klien yang gagal ginjal kronik mempunyai beberapa masalah disfungsi myokardial, menyebabkan peningkatan beban kerja jantung,  uremia menyebabkan uremik cardimyopithy yang mana adalah efek dari keracunan ureum pada otot jantung (myokardial)
a.    Tahap gagal ginjal menahun
1)   Tahap I (Penurunan fungsi ginjal)
a)    Penurunan fungsi ginjal tanpa akumulasi sisa metabolisme
b)   Adanya kompensasi ginjal dengan meningkatkan fungsi nefron yang masih baik.
2)   Tahap II (Insufisiensi ginjal)
a)    Mulai terakumulasi sampah metabolisme dalam darah karena kompensasi nefron tidak dapat bertahan lama.
Homeostasis : Azotemia ringan dan anemia ; mungkin mampu mengkosentrasikan urine dan mengubah air : Fungsi ginjal residu 15%-40% dari normal; laju glomerulus filtrasi Rate (GFR) menurun sampai 20 ml/menit (normal 100-120 ml/menit).
b)   Tingkat insufisiensi dapat dilihat dari penurunan GFR dan dapat di klasifikasikan menjadi ringan, sedang atau berat dilihat dari kadar peningkatan, BUN dan kreatinin.
(1)     Sedang :
(a)      Kadar Klirens kreatinin 0-10 ml/menit
(b)      Kreatinin 1,5-2,5 mg/dl


(2)     Berat :
(a)      Kadar klirens kreatinin 0-10 ml/menit
(b)      Kreatinin 6,5-12,0 mg/dl
c)    Tahap III (gagal ginjal terminal)
Peningkatan BUN (Blood Urea Natrium) dan kreatinin dalam darah 6,5- 12,0 mg/dl. Kerusakan di glomerulus menyebabkan produksi urine menurun sehingga kadar elektrolit juga akan meningkat (Kalium >5,0 meq/l) terjadi hiponatremi karena ilusi. Perubahan PH (asidosis metabolik) hiperkalsemia, hipofosfatemia dan insufisensi vitamin D. karena terjadi hipokalsemia maka terjadi osteodistropi. Perubahan pada sistem kardiovaskuler disebabkan anemia normokrom normositer dapat menimbulkan gagal jantung dan  perikarditis.
Azotemia dan anemia berat ; nokturia, gangguan elektrolit dan cairan; fungsi ginjal residu 5%-15% dari normal.
d)   Tahap IV (yang menyebabkan uremia)

b.   Pemeriksaan Diagnostik
1)        Urine : PH, Bj, sedimen, eritrosit, leukosit,  warna.
2)        Darah : BUN, kreatinin, elektrolit, protein total, Hb, HbsAg, Ht.
3)        Radiologi : Thorak photo, BNO
4)        EKG
c.    Penatalaksanaan medis
1)        Pengaturan minum, dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga mencapai diuresis maksimal.
2)        Pengendalian hipertensi dengan menggunakan obat-obat tertentu dapat diturunkan, misalnya dengan alfa methyl dopa, beta bloker, vasodilator (hydralazine, diazoxide) dan mengurangi intake garam.
3)        Pengendalian kalium darah, hal ini sangat penting karena peningkatan K dapat menimbulkan kematian mendadak, maka dapat di cegah timbulnya hiperkalemia.
4)        Penanggulangan asidosis. Pada umunya asidosis merupakan gejala pada taraf lebih lanjut, pengobatan diberikan apabila faktor yang lain sudah diatasi, khususnya dehidrasi. Hemodialysis dan peritoneal dialisa dapat mengatasi asidosis.
5)        Penanggulangan anemia. Anemia merupakan permasalahan yang sulit diatasi, usaha pertama yang harus dilakukan adalah mengatasi faktor defisiensi.
6)    Pengobatan dan pencegahan infeksi
7)        Pengaturan protein dalam makanan. Pada dasarnya protein-protein makanan dikurangi, diit rendah protein serta mengandung asam amino esensial sangat menolong para penderita dengan CRF terminal, yaitu untuk mengurangi jumlah dialisa.
8)        Pengobatan neuropathy, biasanya neuropathy sukar diobati dan merupakan salah satu indikasi untuk dialisa
9)        Dialisis. Hemodialisa dan dialisa peritoneal hanya mengganti sebagian saja dari faal ginjal yaitu faal endokrinnya tidak dapat ditanggulangi.
10)    Transplantasi ginjal

5.      Dampak Gagal Ginjal Kronik terhadap perubahan struktur dan pola fungsi sistem lain.
a.    Sistem Gastrointestinal
1)   Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan ganguan metabolisme protein dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti amonia dan metil guanidin serta sembabnya mukosa usus.
2)   Foetur uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia, akibat yang lain adalah timbulnya parotis dan stomatitis.
3)   Gastrik uremikum dapat menyebabkan anoreksia, nausea dan vomitus.
4)   Cegukan (hiccup), sebab yang pasti belum diketahui.
5)   Gastritis erosif, ulkus peptikum dan kolitis uremik,
b.   Sistem integumen
1)      Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom.
2)      Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium pada pori-pori kulit.
3)      Skimosis akibat gangguan hematologik
4)      Urea frost akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat (jarang dijumpai)  
5)      Bekas garukan karena gatal
c.    Sistem syaraf dan otot
1)      Penderita merasakan pegal dan selalu menggerakkan kakinya
2)      Rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki
3)      Ensefalopati metabolik
4)      Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi.
5)      Tremor, asteriksus, mioklonus.
6)      Kejang-kejang
7)      Miopati
8)      Kelemahan dan hipertropi otot-otot terutama otot-otot ekstermitas Proksimal.
d.   Sistem kardiovaskuler
1)      Hipertensi akibat penimbunan cairan dan gangguan atau peningkatan aktifitas sistem renin-angiotensin-aldosteron.
2)      Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
3)      Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan klasifikasi metastasik.
4)      Edema akibat penimbunan cairan

e.    Sistem endokrin
1)      Gangguan seksual : Libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi testosteron dan spermatogenesis menurun, juga dihubungkan dengan metabolik tertentu (Zink, hormon paratiroid). Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorhoe.
2)      Gangguan toleransi glukosa
3)      Gangguan metabolisme lemak
4)      Gangguan metabolisme vitamin D
f.     Gangguan sistem lain
1)      Tulang : Osteodistropi renal yaitu osteomalasia, osteoitis fibrosa, osteosklerosis dan klasifikasi metastasik.
2)      Asam basa : Asidosis metabolik akibat penimbunan organik sebagai hasil metabolisme.
6.      Dampak gagal ginjal kronik terhadap perubahan struktur atau pola fungsi sistem tubuh tertentu terhadap klien sebagai makhluk holistik.
a.    Kabutuhan Cairan dan Elektrolit
Kebanyakan klien dengan Cronik Renal Failure (CRF) mengalami gangguan keseimbangan volume cairan elektrolit berhubungan dengan adanya penurunan fungsi ginjal memfiltrasi cairan dan elektrolit tubuh, karena gagal ginjal kronik mengakibatkan akumulasi sampah elektrolit di ekstrasel dengan gejala utama yaitu edema, peningkatan tekanan darah, lethargi, kepala pusing kalau tidak segera ditangani dapat menjadikan kematian.
b.   Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Akibat dari penurunan fungsi yang praktis terjadi penumpukan cairan dan elektrolit di dalam tubuh dan menimbulkan azotemia yang mempengaruhi fungsi medula oblongata dan reaksi motorik syaraf spinal dengan gejala anoreksia mual dan muntah dan hampir seluruh pasien yang mengalami CRF merasakan pahit logam, asin dan napas yang berbau busuk dan amoniak stomatis. Parotitis dan ginggivitas adalah masalah yang ada hubungannya dengan kurangnya hygiene oral dan pembekuan amoniak pada salivasi urea pengumpulan pada gastrin sehubungan dengan bertambahnya sekresi abnormal fisiologi asam gastrin sehingga menimbulkan gangguan terhadap kebutuhan nutrisi, maka dapat menghambat pada proses penyembuhan penyakit sehingga harus diatasi dengan cepat.


c.    Terhadap Kebutuhan Aktivitas
Akibat yang paling utama pada hematologi masalah anemia biasanya normokroni dan normoshyne, sering juga lemah, capek, dingin tidak toleran serta permulaan itu menentukan penyakit Renal Failure. Anemia sedang ditemukan pada tahap awal dikarenakan erithropoesis kemudian hemolisis kehilangan pada gastrointestinal, gumpalan abnormal bertambah sampai kondisi keras. Keadaan anemia darah dalam kekurangan oksigen terjadi kelemahan dampaknya terhadap kebutuhan aktivitas sehari-hari.
d.   Integritas Kulit
Masalah integumen adalah ketidaknyamanan yang ada beberapa pasien CRF gatal-gatal yang takut tidak dapat diobati ada hubungannya dengan hyperparatyroidisme sekunder dan penyimpanan kalsium pada kulit sering karena atropi kelenjar keringat.
Gatal-gatal dapat menjadi exocriated kulit karena garukan yang terus-menerus, penumbuhan warna kulit ditemukan pada gagal ginjal sehingga terjadi gangguan integritas kulit.
e.    Rasa Aman
Dari keadaan sakit dapat terjadi perubahan psikologi dan stress kuat menimpa pasien dengan adanya penyakit kronisan, kehidupan pengobatan penyakit perubahan kebiasaan sangat besar mempengaruhi kepribadian individu, emosi menjadi lebih bertambah tuntutan pada yang lain agitasi delusi, withdrawel dan psikosa.
f.     Kebutuhan Proses Fikir
Akibat dari penurunan fungsi ginjal secara progresif gagal memfiltrasi sehingga menimbulkan penumpukan cairan dan elektrolit di sekitar tubuh sehingga terjadi pengumpulan zat beracun yang tidak dapat dikeluarkan ginjal sehingga menyerang pusat syaraf sehingga terjadi penurunan proses fikir dengan gejala perhatian berputar, bingung, gagal mengingat dan memusatkan konsentrasi.

g.    Kebutuhan Eliminasi
Akibat fungsi ginjal berdampak terhadap seluruh perencanaan dengan gejala mual, muntah dan merasa pahit logam asin dan nafas berbau sehingga menimbulkan masukan intake nutrisi dan makanan yang berserat apabila makanan di dalam usus terus terjadi cairan terus di serap maka feses menjadi keras sehingga terjadi gangguan eliminasi konstipasi.

B.       Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik

Pengertian proses keperawatan menurut ICN. 1973, adalah fungsi yang unik membantu individu yang sehat atau sakit, dengan penampilan kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan atau penyembuhan hingga individu dapat merawat kesehatan dirinya sendiri apabila memiliki kekuatan, kemauan dan pengetahuan.(Keperawatan Kesehatan Masyarakat.1998,hal.7).
Perawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan : cronik renal failure (CRF) dengan memperhatikan aspek bio-psiko-sosial dan spiritual.

1.    Pengkajian

a.    Pengumpulan data
Tahap ini digunakan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan klien, data di dapat dari pasien, keluarga, perawat dan catatan medis, sedangkan hal-hal yang perlu di kaji adalah :
1)      Biodata yang berisi identitas klien dan penanggung jawab
2)      Riwayat kesehatan :
a)   Keluhan utama, yaitu keluhan yang paling sering dan paling berat dirasakan klien yang menderita gagal ginjal kronik, dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit biasanya mengeluh sakit kepala, mual dan muntah.
b) Riwayat kesehatan sekarang, biasanya klien datang dengan keluhan mual, muntah, anoreksia, konstipasi, diare, sakit kepala, mudah lelah, kelemahan motorik dan edema dan yang perlu di kaji dengan menggunakan teknik PQRST, faktor pencetus keluhan sering atau kadang-kadang serta hal-hal yang memperberat/memperingan keluhan tersebut.
c) Riwayat kesehatan keluarga, perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit hipertensi, diabetes melitus, batu ginjal, glomerulonefritis, pielonefritis kronik, kanker ginjal.
3)      Pemeriksaan fisik, dengan melakukan inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi, yang dinilai adalah :
a)        Keadaan umum :
Observasi penampilan fisik apakah ada penurunan tingkat kesadaran
b)       Peneriksaan tanda-tanda vital :
Tekanan darah, suhu, respirasi, dan puls.
c)        Pemeriksaan kepala, rambut, alis, mata, hidung, telinga, mulut, leher.
d)       Pemeriksaan dada:
bentuk dada, struktur dada, bunyi nafas, retraksi interkostal,        kecepatan respirasi.
e)        Pemeriksaan abdomen:
Bentuk abdomen, konsistensi, adakah pembesaran hati.
f)         Pemeriksaan integumen:
      Kaji warna, kelembaban, suhu.
              g)   Neurosensori lemah :
      Keadaan pusing, lethargi dan adanya perubahan tingkah laku.
4)      Aktivitas sehari-hari, efek penumpukan cairan dan elektrolit secara umum akan mempengaruhi pola nutrisi (anoreksia, vomitus, nausea), istirahat tidur, aktivitas (kelemahan)  eliminasi (konstifasi dan oliguri) serta personal hygiene.
5)      Aspek psikologik, klien akan memperlihatkan kecemasan terhadap kondisinya, mudah marah, menarik diri, tampak murung, di mana hal ini berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien terhadap tindakan medis dan perawatan.
6)      Aspek spiritual, tentang keeyakinan klien terhadap penyakitnya dihubungkan dengan agama serta bagaimana kedekatannya ke agama, harapan hidup.
                  7)  Pemeriksaan penunjang
a)        Laboratorium
Kreatinin plasma akan meningkat seiring dengan laju filtrasi glomerulus, di mulai bila lajunya kurang dari 60 ml/menit pada gagal ginjal terminal, konsentrasi kreatinin di bawah 1 mmol/liter, konsentrasi ureum plasma kurang dapat dipercaya karena dapat menurun pada diet rendah protein dan meningkat pada diet tinggi protein, kekurangan garam dan keadaan katabolik, biasanya konsentrasi ureum pada gagal ginjal terminal 20-60 mmol/liter.
Terdapat penurunan bikarbonat plasma (15-25 mmol/liter), penurunan pH dan peningkatan anioan gap, konsentrasi natrium biasanya normal namun dapat meningkat atau menurun akibat masuknya cairan inadekuat atau berlebihan. Hiperkalsemia adalah tanda ginjal yang berat, kecuali terdapat masukan yang berlebihan, asidosis tubular ginjal.
Terdapat peningkatan konsentrasi fosfat plasma dan peningkatan kalsium plasma. Kemudian pospatase alkali meningkat.
Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia, leukosit dan trombosit masih dalam batas normal.
Pemeriksaan aliran kreatinin meningkat melebihi laju filtrasi glomelurus dan turun menjadi kurang  dari 5 ml/menit pada gagal ginjal kronik, proteinuria 200-1000 mg/hari.
b)       Radiologi
Ditujukkan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi  gagal ginjal kronik.

                         c)  Fhotopolos abdomen
Sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal, apakah ada batu saluran kemih.
                         d)  Piolografi Intra Vena (PIV)
Untuk menilai sistem pelvikalises dan ureter, mengetahui faal ginjal.
        e)  USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal perenkim ginjal. Kepadatan parenkim ginjal, anatomis sistem pelvikalises dan ureter proksimal.
        f)  Renogram
Menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan (vaskuler, parenkim, eksreksi) serta sisa fungsi ginjal.

b.         Diagnosa Keperawatan dan Rencana Tindakan (Menurut Doengoes Marilynn E, dalam buku Rencana Asuhan Keperawatan 1999, 266)
Kemungkinan diagnosa yang mungkin timbul pada klien dengan perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan glomerulus filtration rate (GFR) adalah sebagai berikut :
1)   Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan glomerulo filtration rate.
Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria :
a)   Rasio intake dan output pada batas normal
b)   Berat badan normal
c)   Tekanan darah dalam batas ketentuan (140/90 mmHg) dan elektrolit K, Ca, Mg, Fosfat, Na pada batas normal.


INTERVENSI

RASIONAL

a.     Kaji adanya edema dengan distensi vena jugolaris, dispnea, tachikardi, peningkatan tekanan darah crakles pada auskultasi.
b.     Kaji kelemahan otot tidak adanya reflek tendon dalam, kram abdomen dengan diare, tidak teraturnya nadi.
c.     Kaji kelemahan, kelelahan, penurunan reflek tendon.

d.    Kaji kram otot, kaku atau gatal-gatal jari, ibu jari, perubahan dalam 10 hari.


e.     Kaji kram otot parastesia


f.      Kaji nausea, muntah, hipotensi, bradikardi dan perubahan reflek tendon dalam

g.     Monitor intake dan output setiap 4-8 jam dengan memperhatikan output di bawah 30 ml/jam

h.     Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam untuk meningkatkan tekanan darah dan pois.
i.       Monitor BUN, kreatinin, asam urat

j.       Monitor urinalisasi sampai hematuria, penurunan kreatinin clerence, ekskesi elektrolit, penurunan gaya berat khas dan ketidak normalan lainnya.
k.     Monitor elektrolit untuk K, Na, Ca, Mg dan P tingkatkan.


l.       Kolaborasi pemberian obat diuretik, HCT
a.     Merupakan tanda-tanda lethargi cairan yang menambah kerja dari jantung dan menuju edema pulmoner dan gagal jantung.
b.     Tanda-tanda hipernatremia dihasilkan dari tanda fungsi tubular ginjal.

c.     Tanda-tanda hipertermia dihasilkan dari ketidakmampuan nefron untuk memfiltrasi keluar Na.
d.    Tanda-tanda hipokalsemia dihasilkan dari ketidakmampuan ginjal untuk memetabolisme vitamin D diperlukan aibsorps Ca dari intestinum.
e.     Tanda-tanda hipokalsemia dihasilkan dari ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan fosfat.
f.      Tanda-tanda dari hipermagnesia di hasilkan dari ketidakmampuan untuk mengeluarkan magnesium.

g.     Ketentuan batas cairan jika terjadi oliguri.


h.     Tanda-tanda peningkatan elektrolit

i.       Fungsi ginjal diketahui dan peningkatan BUN lebih dari 25 mg/dl dan kreatiniin lebih dari 1,5 mg/dl.
j.       Ketentuan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urine ekskresi elekrolit dan kerusakan pada ginjal.

k.     Evaluasi untuk kalium 5.0 mEq/dl Ca dibawah 6.0 mEq/dl P lebih dari 2.0 mEq/dl Mg lebih dari 3.0 mEq/dl.
l.       Bekerja sebagai obat diuresis (untuk mengeluarkan kelebihan cairan dalam tubuh)


2)        Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan ureum pada saliva mulut/peningkatan asam gastrin
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat dalam batas normal
Kriteria :
a)  Hilangnya anoreksia
b)   Hilangnya muntah
c)   Intake 2000 kalori perhari

INTERVENSI

RASIONAL
a.       Kaji anoreksia, nausea dan muntah
b.      Kaji penerimaan ketidaksukaan diet pembatasan protein.
c.       Kolaborasi pemberian obat anti emetik (metociropmid)

d.      Kolaborasi pemberian multivitamin
e.       Batasi protein 20-60 gram perhari, intake karbohidrat 100 gram perhari 2000 kalori perhari keseluruhan intake.
f.       Kaji berat badan perhari dengan (pakaian, waktu skala yang sama)
g.      Beri informasi alasan untuk pembatasan protein dan bagaimana memantang makanan selama 24 jam.
h.      Hindari minum berkafein, juice makanan panas/berbau
i.        Berikan intake ayam, ikan sebagai sumber protein.
a.     Merupakan tanda dan gejala dari peningkatan azotemia.
b.     Penurunan intake nutrisi akan mengubah kebutuhan nutrisi
c.     Bertugas untuk mengurangi muntah dengan menambah asam gastrin kosong blok tetap
d.    Melengkapi dukungan pembatasan diet
e.     Protein ditentukan dengna kegagalan ginjal dan tingkat BUN: karbohidrat untuk mencegah lemak untuk menghancurkan katabolisme jaringan
f.      Peningkatan merupakan indikasi ketidakadekutan intake nutrisi
g.     Informasi peningkatan keluhan, makan sedikit tapi sering mengurangi nausea


h.     Iritasi stomatistik meningkatkan nausea

i.       Protein komplek mengandung seluruh asam amino

3) Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan produksi    eritrosit menurun
Tujuan : Kebutuhan aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi
Kriteria :kontinuitas partisipasi ADL, mengemukakan kemampuan untuk memelihara tingkat energi, hilangnya komplikasi.

INTERVENSI

RASIONAL

a.     Kaji tingkat aktivitas dan toleransi, pola aktivitas kemampuan dalam ADL keadaan bedrest
b.     Kaji perubahan tekanan darah dan pola selama aktivitas
c.     Kaji kelemahan dyspnoe, pucat dan pusing

d.    Kaji perdarahan dari gusi, luapan menstruasi berat saluran gastrointestinal.

e.     Monitor jumlah darah merah, hematokrit, hemoglobin, jumlah platelet RBC kurang dari 6 juta Hct kurang dari 20% Hgb kurang dari 10 g/dl
f.      Kaji tanda-tanda vital setiap 4 jam


g.     Obat parrous sulpat (feosl, folic acid/flovite)



h.     Bantu klien ketika diperlukan dalam pemenuhan ADL
i.       Tingkatan aktivitas bila memungkinkan dan mendukung

j.       Ajari klien bagaimana untuk merencanakan pembatasan untu memodifikasi atau meningkatkan aktivitas yang disetujui pada tingkat toleransi dan tujuan realistis
k.     Hindari aktivitas atau mengunakan alat (sikat gigi, pisau cukur) yang mungkin menyebabkan trauma pada jaringan: catat setiap perdarahan dari mukosa memar berlebih
l.       Jaga catatan tekanan darah meningkat atau menurun
a.     Merupakan data dasar terhadap kemampuan beraktivitas dan untuk tindakan berikutnya.
b.     Peningkatan yang cepat indikasi terhadap aktivitas

c.     Tanda dan gejala anemia dengan penurunan produksi eritropoetin yang menstimulasi produksi.
d.    Hasil dan penurunan fungsi penurunan

e.     Penurunan merupakan indikasi suspek anemia, kehilangan darah


f.      Tekanan darah menurun dengan kehilangan darah, pols meningkat, peningkatan berhubungan dengan aktivitas
g.     Bertugas untuk memelihara eritpoesis normal dan stimulasi produksi sel darah merah, pembekuan (folic acid atau sebagai pengganti besi/farros sulfat)
h.     Menyimpan energi dan mengurangi tuntutan

i.       Membangun dan memelihara ketahanan


j.       Izinkan untuk mengontrol pasien ketika mencapai perkembangan dan menghindari kelelahan



k.     Kecenderungan berdarah menyebabkan hilangnya darah terutama jaringan



l.       Cegah komplikasi serius berkembang.


4)    Gangguan integrasi kulit berhubungan dengan garukan akiba gatal-gatal
Tujuan : kulit tetap utuh
Kriteria :
a)        Kemerahan tidak ada
b)        Pecah dan erosi kulit tidak ada akibat garukan
c)        Tidak terjadi mucosa mulut
INTERVENSI

RASIONAL

a.     Kaji gatal-gatal, pecah dalam kulit, kemerahan pada titik tekanan.



b.     Kaji mukosa oral ada stomatitis dan pernafasan bau amonia
c.     Dyspnea, krakles sputrum tebal kekuning-kuningan
d.    Kering, rambut mudah rusak dan kuku pucat, warna pada kulit.
e.     Dyspnea, frekuensi, urgency urin bau atau kotor.
f.      Monitor suhu setiap 4 jam

g.     Monitor sputum dan kultur urine
h.     Kolaborasi pemberian obat anti biotik (ampicilin).
i.       Jaga tekhnik aseptik pada seluruh teknik keperawatan catatan, pakaian.
j.       Kesungguhan obat yang lembut yang seperti baking soda/jagung kaji pada bak mandi gunakan sabun dan kering rambut.
k.     Suhu ruangan dingin, kompres dingini pada daerah gatal-gatal
l.       Anjurkan klien untuk menghindari pemakaian dari bahan kapas 
m.   Ajari klien untuk menekan area yang gatal
n.     Ajari klien gunakan aktivitas penyimpanan/ hiburan untuk menghindari garukan.
a.       Gatal-gatal hasil dari kekeringan kulit, kristalisasi urea pada kulit (embun beku urine) tkanan konstan pada kulit menunjukkan penurunan pada jaringan dan pecahan.
b.       Hasil dari peningkatan urea dan amonia dari pecahan bakteri dan urea.
c.       Indikasi dan infeksio pulmonal
d.      Hasil dari retensi urine dan penurunan/peningkatan
e.       Indikasi infeksi blas urine

f.        Peningkatan adanya indikasi-indikasi dari CRF
g.       Jumlah bakteri indikasi infeksi
h.       Bertugas untuk menahan dingin sel, membentuk mikro organisme.
i.         Mencegah kontaminasi yang predisposisi.

j.         Pergerakan lembut beku uremi dan memenangkan gatal-gatal.


k.       Meningkatkan ketenangan dan kenyamanan gatal-gatal.
l.         Menurunkan gatal-gatal

m.     Menurunkan kecenderungan gatal-gatal
n.       Mengurangi gatal-gatal.

5)      Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : kecemasan tidak ada/hilang
Kriteria :
a)        Klien mengungkapkan bahwa kecemasan berkurang
b)         Tanda-tanda vital dalam ketentuan batas 140/90 mmHg, nadi 80-100 x/m, respirasi 16-20x/m.
c)        Klien memperbaharuhi coping, terbukti dengan layaknya.
d)       Tidak tampak melemah, murung.
INTERVENSI
RASIONAL
a.       Kaji tingkat cemas, ekspresi verbal perasaan tentang prognosa dan pengaruh pada gaya hidup.

b.      Kaji tingkat penggunaan mekanisme koping, kemampuan menjelaskan masalah.
c.       Kaji kepribadian, sumber untuk koping dengan stress dan kecemasan.

d.      Berikan informasi penerimaan tidak menyesuaikan/memutuskan sikap tanpa perasaan kecewa, ketidak sadaran atau marah.
e.       Ciptakan lingkungan yang mencegah kecemasan, situasi kemajemukan.
f.       Anjurkan teknik relaksasi seperti penyimpangan lingkungan, kegiatan relaksasi otot, musik.
g.      Berikan informasi prognosa penyakit dan pengaruhnya perubahan gaya hidup mengontrol gejala dengan pengobatan dan keluhan obat berpantang.
h.      Ajari koping memecahkan masalah dan kemampuan komunikasi.
i.        Ajak partisipasi klien keluarga mendukung kelompok dan konseling perorangan untuk mengurangi stres/relsasi.
a.     Rentang cemas dari sedang keberat, tingkat cemas akan tinggi akan gatal beradaptasi kebiasan dan kemampuan koping.
b.     Kebiasaan pemecahan masalah diperlukan untuk koping dengan penyakit

c.     Sistem pendukung dan kekuatan kepribadian dapat membantu dalam perkembangan kemampuan koping.
d.    Berikan dukungan emosional ketika mengungkapkan, klien mengontrol lingkungan.


e.     Penurunan kecemasan dengan menghindari rangsangan tambahan.
f.      Mengurangi cemas dan meningkatkan istirahat dan ketenagaan.

g.     Dapat meningkatkan pemahanan ssakit dan petunjuk untuk diikuti


h.     Izinkan untuk pembebasan kecemasan dengan komunikasi
i.       Berikan kebutuhan dukungan dan informasi untuk membantu untuk mengurangi stress.

6)      Gangguan proses pikir berhubungan dengan terlalu memperhatikan penyakit dan pembatasan.
Tujuan : Proses pikir sempurna
Kriteria :
a)        Klien mampu mengungkapkan pikiran yang rasional
b)        Mampu meningkatkan peristiwa-peristiwa yang sudah lewat
c)        Orientasi tempat, waktu dan orang
d)       Mampu memutuskan suatu yang bersifat dua pilihan
INTERVENSI
RASIONAL
a.       Kaji luasnya gangguan kemampuan berpikir, memori dan orientasi perhatikan lapangan perhatian







b.      Pastikan dari orang terdekat, tingkat mental klien biasanya.

c.       Berikan informasi orang terdekat tentang status klien


d.      Berikan lingkungan dan izinkan menggunakan televisi, radio dan kunjungan.

e.       Orientasi terhadap lingkungan orang dan sebagainya, berikan kalender, jam, jendela keluar.
f.       Hadirkan kenyataan secara singkat ringkas dan jangan menentang dengan pikiran yang logis.


g.      Komunikasi/informasi/ instruksi dalam kalimat pendek sederhana. Tanyakan pertanyaan ya/tidak, ulangi penjelasan sesuai keperluan

h.      Buat jadwal teratur sesuai yang diharapkan



i.        Tingkat istirahat adekuat dan tidak menganggu periode teratur.
a.     Efek sindroma uremik dapat terjadi dengan kekacauan dan berkembang ke perubahan kepribadian atau ketidakmampuan untuk mengasimilasi informasi dan berbartisipasi dalam perawatan. Kewaspadaan terhadap perubahan memberikan kesempatan untuk evaluasi dan intervensi.


b.     Membiarkan perbandingan untuk mengevaluasi perkembangan/perbaikan gangguan

c.     Beberapa perbaikan dalam mental mungkin diharapkan dengan perbaikan kadar BUN, elektrolit dan PH serum yang lebih normal

d.    Meminimalkan rangsangan untuk menurunkan kelebihan sensori/peningkatan kekacauan saat mencegah.
e.     Memberikan petunjuk untuk membantu dalam pengenalan kenyataan.


f.      Konfrontasi potensial membuat reaksi perlawanan dan dapat menimbulkan ketidakpercayaan klien dan meningkatkan bahwa komunikasi akan dipahami/diingat.
g.     Membantu dalam mempertahankan kecemasan dan meningkatkan bahwa komunikasi akan dipahami/diingat

h.     Membantu dalam mempertahankan orientasi kenyataan dan dapat menurunkan takut atau cemas.

i.       Ganguan tidur dapat mengganggu kognitif lebih lanjut.

7)      Gangguan pada eliminasi defekasi : konstipasi berhubungan dengan pembatasan makanan yang berserat dan cairan
Tujuan : Eliminasi menjadi lancar
Kriteria :
a)        Klien menyatakan dapat buang air besar
b)         Feaces lembek
c)        Tidak terdapat benjolan pada saat palpasi di bagian epigastrium bawah kiri.

INTERVENSI

RASIONAL
a.       Lakukan aktivitas yang cukup

b.      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang tinggi serat
c.       Kolaborasi dengan dokter pemberian laksative
a.       Membantu dalam melancarkan bolus dan feacese untuk keluar
b.      Dapat membant dalam usus dandapat melembabakan feacese yang keras
c.       Dapat membantu melembabkan feacese

8)         Kurang perawatan diri berhubungan dengna intoleren aktivitas
Tujuan : perawatan diri terpenuhi
Kriteria :
a)        Berpartisipasi pada aktivitas sehari-hari
b)        Personal hygiene terjaga
INTERVENSI
RASIONAL
a.     Tentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri.
b.     Berikan dengan aktivitas yang diperlukan.


c.     Dorong dan gunakan tehnik penghematan energi, contoh duduk tidak berdiri; mandi duduk; melakukan tugas dalam peningkatan bertahap.
d.    Jadwalkan aktivitas yang memungkinkan pasien cukup waktu untuk menyelesaikan tugas pada kemampuan paling baik
a.     Kondisi dasar akan menentukan tingkat kekurangan/kebutuhan.
b.     Memenuhi kebutuhan dengan mendukun partisipasi dan kemandirian pasien
c.     Menghemat energi, menurunkan kelelahan dan meningkatkan kemampuan pasien untuk melakukan tugas.
d.    Pendekatan yang tenang menurunkan frustasi, meningkatkan partisipasi pasien, meningkatkan harga diri.



9)        Cedera, resiko tinggi terhadap (profil darah abnormal) penekanan produksi/sekresi eritroetin berhubungan dengan penurunan produksi dan SDM hidup; gangguan faktor pembekuan; peningkatan kerapuhan kapiler.
Tujuan     : Tidak mengalami tanda/perdarahan
Kriteria    : Klien dapat mempertahankan/menunjukkan perbaikan nilai laboratorium
INTERVENSI
RASIONAL
a.     Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan. Observasi takikadi, kulit/membran mucosa pucat, dispnea dan nyeri dada. Rencanakan aktivitas pasien untuk menghindari kelelahan.
b.     Awasi tingkat kesadaran dan prilaku

c.     Evaluasi respon terhadap aktivitas, kemampuan untuk melakukan tugas. Bantu sesuai kebutuhan dan buat jadwal untuk istirahat.

d.    Batasi contoh vaskuler, kombinasikan tes laboratium bila mungkin.
e.     Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, perdarahan/area ekimosis karena trauma kecil, petekie; pembengkakan sendi atau membran mucosa, contoh perdarahan gusi, epitaksis berulang, hematemesis, melena dan urine merah/berkabut.
f.      Hematemesis sekresi GI/darah feces

g.     Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik; gunakan jarum kecil bila mungkin dan lakukan penekanan lebih lama seteleah menyuntikan/penyusunan vaskular.
a.     Dapat menunjukkan anemia dan respon jantung untuk mempertahankan aksigen sel.



b.     Anemia dapat menyebabkan hipoksia serebral dengan perubahan mental, orientasi dan respon prilaku.
c.     Anemia menurunkan oksigenasi jaringan dan meningkatkan kelelahan sehingga memerlukan intervensi, perubahan aktivitas dan istirahat.

d.    Pengambilan contoh darah berulang/kelebihan dapat memperburuk anemia
e.     Pedarahan dapat terjadi dengan mudah karena kerapuhan kapiler/gangguan pembekuan dan dapat memperburuk anemia





f.      Stres dan abnormalitas hemostatik dapat mengakibatkan perdarahan GI
g.     Menurunkan resiko perdarahan / pembentukan hematoma.

10)    Gangguan kebutuhan sexual berhubungan dengan gagal ginjal kronik
Tujuan : Kebutuhan sexual terpenuhi
Kriteria :
a.)      Klien dapat mengidentifikasi keterbatasan seksual yang disebabkan oleh masalah kesehatan (GGK)
b.)      Klien dapat mengidentifikasi modifikasi kegiatan seksual yang pantas dalam respon terhadap keterbatasannya.
c.)      Melaporkan adanya kepuasan dalam aktivitas seksual.
INTERVENSI

RASIONAL

a.     Kaji faktor penyebab dan penunjang

b.     Hilangkan atau kurangi faktor-faktor penyebab bila mungkin
c.     Berikan informasi yang tepat pada pasien dan pasangan tentang keterbatasan fungsi seksual yang disebabkan oleh keadan penyakit
d.    Ajarkan modifikasi yang mungkin dalam kegiatan menyesuaikan dengan keterbatasan akibat sakit
e.     Berikan tujuan sesuai indikasi
a.       Untuk mengetahui tindakan apa yang dapat dilakukan sesuai kondisi pasien.
b.      Untuk mengurangi masalah

c.       Keterangan dibutuhkan oleh klien dan pasangan bahwa penyakitnya (GGK) dapat menyebabkan gangguan seksual agar klien dan pasangan tidak cemas
d.      Untuk mengurangi kelemahan dan kepuasan seksual tetap terpenuhi

e.       Terapi medis dapat membantu kebutuhan akan seksual.


Tidak ada komentar: